FIQH MUAMALAT
( Bagian 1 )
SAFARI HASAN,
Konsultan Rumah Sakit Indonesia (KaRSI), Jalan Ursa Minor 20 Malang,
Abstrak
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang sangat kompleks karena bersifat padat modal, padat tenaga kerja, padat teknologi dan juga padat masalah. Rumah sakit merupakan tempat promosi kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih menyangkut disiplin kedokteran, hukum, ekonomi, sosial, dan manajemen. Keluhan konsumenterhadap rumah sakit, dapat menimbulkan permasalahan bagi rumah sakit yang dikenal sebagai krisis public relations. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas. Langkah pengelolaan krisis PR meliputi (1) membuat rancangan strategi pengelolaan krisis Kehumasan (aktiitas persiapan, melakukan briefing, mempersiapkan holding statement, mempersiapkan daftar jawaban, mempersiapkan strategi media perantara.), (2) tahap implementasi (melakukan komunikasi bertingkat ,menentukan alternative lokasi, memperbarui holding statements). Aktifitas Manajemen Public Relations ini dapat dikaji secara Fiqh Muamalat melalui Hukum Shulhu atau mediasi.
Kata Kunci: rumah sakit, manajemen krisis public relations, fiqh muamalah,Shulhu
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang sangat kompleks karena bersifat padat modal, padat tenaga kerja, padat teknologi dan juga padat masalah Rumah sakit merupakan tempat promosi kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih menyangkut disiplin kedokteran, hukum, ekonomi, sosial, dan manajemen. Keadaan yang menggambarkan bahwa rumah sakit adalah organisasi yang kompleks dan multi fungsi diatas menyebabkan fungsi sosial rumah sakit lebih dominan[1].
Globalisasi dan pasar bebas menjadikan rumah sakit dewasa ini bukan hanya sekedar sebagai lembaga sosial yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan, tetapi lebih jauh lagi bergerak kearah industri pelayanan jasa di bidang kesehatan. Kondisi ini memaksa rumah sakit untuk menerapkan konsep dan strategi bisnis yang profesional di segala bidang, termasuk pada bidang public relations.
Keluhan konsumen terhadap rumah sakit, dapat menimbulkan permasalahan bagi rumah sakit yang dikenal sebagai krisis public relations. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas.[2] Secara umum krisis public relations dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana peristiwa, rumor, atau informasi akan memberi pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas rumah sakit [3].
Perubahan citra akan berdampak pada perubahan sikap dan perilaku konsumen dalam melaksanakan pembelian produk, karena konsumen cenderung menghindar dari memanfaatkan produk yang memiliki citra negatif[4].. Oleh karena itu penanganan krisis public relations di rumah sakit merupakan suatu hal yang penting diupayakan, mengingat krisis public relations bisa menimbulkan citra negatif bagi rumah sakit dan berpengaruh pula pada sikap dan perilaku konsumen rumah sakit dalam memanfaatkan jasa rumah sakit.
Secara umum penyebab krisis public relations adalah faktor ketidakpuasan pasien terhadap pelayananan rumah sakit. Menurut Kotler[5]; Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya, apabila konsumen puas maka akan cenderung untruk membeli produk yang sama serta memberikan referensi yang baik suatu produk kepada orang lain. Namun jika tidak puas akan suatu layanan, konsumen akan mengembalikan produk atau menempuh tindakan lain yang lebih ekstrim.
Sumber : Kotler (1997)
Gambar. 1
Alternatif tindakan Konsumen Akibat Ketidakpuasan
Dalam konteks rumah sakit pendapat Kotler diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut; Pasien yang puas terhadap pelayanan rumah sakit cenderung untuk kembali berkunjung ke rumah sakit serta memberikan referensi yang baik atas pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada orang lain. Pasien atau keluarga pasien yang tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit, memiliki peluang mengambil tindakan pribadi berupa memberikan referensi negatif atas pelayanan rumah sakit atau melakukan pengaduan secara langsung ke rumah sakit, melapor ke Lembaga Swadaya Masyarakat, media masa, lembaga perwakilan rakyat, instansi terkait, serta lembaga perlindungan konsumen. Pasien dan keluarganya dapat melaksanakan tindakan yang bersifat umum misalnya menuntut ganti rugi secara langsung ke rumah sakit, menempuh jalur hukum, memutuskan untuk berhenti memanfaatkan jasa atau memboikot rumah sakit tertentu atau memboikot tenaga medis dan paramedis yang memberikan pelayanan jasa kesehatan tersebut.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan populasi Muslim terbesar di dunia. idealnya menjalankan aktivitas bisnis dan pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu kajian Strategi rumah sakit dalam menghadapi krisis public relations menurut perspektif fiqh muamalah perlu dilakukan dalam memperkaya wacana keilmuan di bidang Hukum Ekonomi Islam beserta implementasinya.
PEMBAHASAN
Strategi bagi manajer adalah rencana berskala besar dengan berorientasi masa depan guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi merupakan rencana permainan perusahaan, meski tidak merinci seluruh pemanfaatan (manusia, keuangan, dan material) di masa depan, namun rencana tersebut menjadi kerangka bagi keputusan manajerial. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana, kapan, dan dimana, perusahaan akan bersaing, dengan siapa perusahaan sebaiknya bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing [6]
Sumber : Pearce dan Robinson (2008))
Gambar 2
Model Manajemen Strategis Pearce dan Robinson
Wahyudi[7] menjelaskan, strategi memilki beberapa ciri antara lain; menyatu (unified) yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan, menyeluruh (comprehensive) yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan, integral (integrated) yaitu seluruh strategi akan cocok atau sesuai dengan seluruh tingkatan dalam perusahaan.
Pengertian Public Relations
Terdapat banyak definisi tentang public relations, biasa disingkat PR atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Humas, salah satunya adalah menurut International Public Relations Association (IPRA). Menurut IPRA, public relations adalah[8]:
“ fungsi manajemen, dari karakter yang terencana dan berkesinambungan, dan mempertahankan pemahaman, simpati dan dukungan dari pihak yang diinginkannya dengan mengevaluasi pendapat publik dalam rangka mengkorelasikan sejauh mungkin kebijakan dan prosedur mereka sendiri untuk mencapai melalui rencana dan penyebaran informasi
Definisi public relations yang lain berasal dari pertemuan para pakar Humas pada bulan Agustus 1978 yang dikenal sebagai The Statement of Mexico. Definisi tersebut berbunyi:
“Praktek public relations adalah seni dan ilmu pengetahuan social yang dapat digunakan untuk menganalisa kecenderungan, memprediksi konsekwensinya, menasehati pemimpin organisasi dan melaksanakan program terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan publik atau umum”[9].
“Public relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya menyangkut aktivitas komunikasi, saling pengertian, penerimaan, kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi permasalahan, menmbantu manajemen dalam menghadapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini, dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama”.
Menurut Jacobalis[11] dalam seminar PERSI dengan tema “Public Relations Rumah Sakit”, PR rumah sakit adalah; upaya yang disengaja, direncanakan dan berlanjut untuk menciptakan komunikasi dua arah antara rumah sakit dengan publik (khalayaknya) dengan tujuan mempertahankan saling pengertian, kerjasama, memenuhi kepentingan bersama, dan secara keseluruhan meningkatkan citra rumah sakit. Adapun publik (khalayak) rumah sakit meliputi khalayak eksternal: masyarakat umum, pelanggan (pasien dan keluarganya), pemasok (termasuk Pedagang Besar Farmasi, klinik, dokter, dan bidan yang diharapkan merujuk pasien), media massa, perusahaan asuransi kesehatan, bank, asosiasi profesi, asosiasi rumah sakit, institusi pendidikan, instansi pemerintahan, pemegang saham dan sebagainya. Adapun publik internal meliputi manajemen dan kelompok Sumber Daya Manusia di rumah sakit.
Proses kerja PR atau Humas menurut Ruslan (2006) adalah: “Seni dan ilmu pengetahuan sosial untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi-konsekuensinya, menasehati para pemimpin organisasi, dan melakukan program yang terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik kepentingan organisasi maupun publik atau umum.”
Berdasarkan uraian diatas bisa di simpulkan bahwa dalam praktiknya PR itu adalah suatu keinginan untuk menanamkan pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik kepada suatu organisasi atau rumah sakit. Sekecil apapun penilaian dari publik dapat mempengaruhi eksistensi suatu suatu rumah sakit karena secara langsung dan tidak langsung kegiatan suatu rumah sakit akan selalu berhubungan dengan publik. Baik publik eksternal maupun publik internal
Tujuan dan Fungsi Public Relations
Public relations atau Humas secara umum bertujuan menciptakan dan memelihara saling pengertian, dalam sebuah organisasi. Oxley dalam Iriantara[12] mempertegas pernyataan ini dengan mengatakan bahwa tujuan Humas sesungguhnya tidak bisa lepas dari tujuan organisasi, mengingat Humas adalah fungsi manajemen satu organisasi dan Humas pun bekerja di dalam organisasi itu. Dan ditegaskan bahwa prinsipnya Tujuan Humas jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif organisasi secara keseluruhan.
Tujuan Humas itu dirinci Oxley menjadi enam belas tujuan sebagai berikut; menciptakan good will karyawan atau anggota organisasi, mencegah dan memberi solusi masalah perburuhan, mengayomi good will komunitas tempat organisasi menjadi bagian didalamnya,good will para stake holder dan konstituen, mengatasi kesalahpahaman dan prasangka, mencegah serangan, menjaga good will para pemasok, mempertahankan good will pemerintah, good will bagian lain dari industri, good will para dealer dan menarik dealer lain, kemampuan untuk mendapatkan personel terbaik, pendidikan publik untuk menggunakan produk atau jasa, pendidikan publik untuk satu titik pandang, good will para pelanggan atau para pendukung,investigasi sikap pelbagai kelompok terhadap perusahaan, merumuskan dan membuat pedoman kebijakan, menaungi viabilitas masyarakat tempat organisasi berfungsi
Menurut Kasali[13], Humas adalah fungsi strategi dalam manajemen yang melakukan komunikasi guna melahirkan pemahaman dan penerimaan publik Sedangkan Cutlip et.al dalam Morissan[14]merumuskan fungsi Humas sebagai berikut:
a. Menjunjung aktifitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga atau organisasi).
b. Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya sebagai khalayak sasaran.
c. Mengidentifikasikan yang menyangkut opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya.
d. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbangan saran kepada pimpinan manajemen demi untuk tujuan dan manfaat bersama.
e. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya atau terjadi sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak.
Fungsi utama Public relations atau humas, menurut Djanaid dikutip Kusumastuti[15] adalah fungsi konstruktif dan fungsi korektif. Dalam fungsi konstruktif, humas berperan sebagai mempersiapkan mental publik untuk menerima kebijakan organisasi/lembaga, humas menyiapkan mental organisasi/lembaga untuk memahami kepentingan publik.
Fungsi konstruktif ini mendorong humas membuat aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif. Fungsi korektif dilakukan apabila sebuah lembaga/organisasi terjadi masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka humas berperan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kedudukan Public Relations dalam organisasi rumah sakit
Cutlip, Center, dan Broom dalam Morissan (2008) mengungkapkan ruang lingkup kerja humas mencakup tujuh bidang pekerjaan: publicity, advertising, press agency, public affairs, issues management, lobbying dan investor relation. Atau bisa di terjemahkan menjadi publisitas, iklan, penghubung dengan media, urusan publik, manajemen isu, lobi dan hubungan investor. Pada prakteknya lingkup kerja humas ini bisa dipadatkan menjadi enam bidang pekerjaan saja dengan cara menjadikan iklan sebagai bagian dari pemasaran dan menggabungkan press agencykedalam publisitas karena pada dasarnya press agency merupakan bagian dari publisitas sementara iklan menjadi salah satu kegiatan pemasaran. Dengan demikian ruang lingkup pekerjaan humas dapat dibagi menjadi enam bidang pekerjaan yaitu:
a. Publisitas
Publisitas adalah upaya orang atau organisasi agar kegiatannya diberitakan media massa. Publisitas lebih menekankan pada proses komunikasi satu arah sedangkan humas adalah komunikasi dua arah. Publisitas merupakan salah satu alat dalam kegiatan humas, namun humas tidak akan dapat berbuat banyak tanpa publisitas.
b. Pemasaran
Humas pada organisasi bertujuan mencari keuntungan seperti perusahaan haruslah dapat bekerja secara efektif dan menjadi bagian dari tujuan perusahaan untuk memenangkan persaingan. Kondisi kompetitif yang terdapat pada perusahaan menjadi tuntutan manajemen terhadap peran humas menjadi sangat besar.
c. Public Affairs
Humas memiliki peranan khusus dalam publik yang membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah dan komunitas lokal agar dapat mempengaruhi kebijakan publik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua pihak yang menjadi fokus perhatian public affairs yaitu pemerintah dan masyarakat. Organisasi atau perusahaan harus menjalin hubungan yang harmonis dengan pemerintah karena pemerintah mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
d. Manajemen Isu
Manajemen isu (issue management) merupakan upaya organisasi atau perusahaan untuk melihat kecenderuangan isu atau opini publik yang muncul di tengah masyarakat dalam upaya organisasi memberikan tanggapan atau respon yang sebaik-baiknya.
e. Lobi
Bagian khusus dari PR yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintah dan non pemerintah terutama dengan tujuan mempengaruhi penyusunan undang-undang dan regulasi.
f. Hubungan Investor
Tugas humas dalam menjalin hubungan investor adalah meningkatkan nilai saham perusahaan dan mengurangi biaya modal dengan cara meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan membuat saham menjadi menarik bagi para investor individu dan investor institusi serta para analis keuangan.
Krisis dalam organisasi rumah sakit
Setiap organisasi atau perusahaan pasti memiliki peluang untuk mengalami krisis. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas[16] . Sementara itu Fearn dan Banks dalam Nova[17]mendefiniskan krisis sebagai “ a mayor occurrence with a potentially negative outcome affecting an organization, company or industry, as well as its public, products, services or good name”. Secara umum krisis public relationsdapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana peristiwa, rumor, atau informasi akan memberi pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas organisasi atau perusahaan.
Krisis bisa terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja, krisis umumnya terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Sebuah penelitian tentang manajemen krisis menemukan bahwa hanya 14% dari krisis yang dapat diduga. Sedangkan 86% sisanya krisis yang terjadi secara tiba-tiba[18].
Tahapan krisis atau lazim disebut sebagai anatomi krisis memiliki tahapan yang berbeda diantara para ahli. Menurut Fink[19], krisis tersusun atas empat fase yaitu; tahap prodomal, tahap akut, tahap kronik, dan tahap resolusi.
Tahap prodomal adalah suatu fase dimana gejala atau tanda-tanda krisis mulai muncul. Jika gejala ini dapat dikenali dan diatasi, maka akan terjadi aborsi krisis. Pada tahap ini perusahaan harus melaksanakan strategi berikut; melakukan pemantauan terhadap lingkungan untuk mengetahui kecenderungan yang berkembang dan memiliki peluang mempengaruhi organisasi, mengumpulkan data masalah yang potensial menimbulkan kesulitan bagi organisasi, dan mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi mencegah munculnya krisis. Jika perusahaan cepat bergerak mengatasi krisis ini, maka besar kemungkinan tidak terjadi krisis.
Tahap kedua adalah krisis akut, dimana kerusakan benar-benar telah terjadi. Jika perusahaan tidak dapat mengatasi, maka kerusakan akan terus berlanjut dan muncul korban-korban. Pada kondisi ini, perusahaan harus mengakui telah terjadi krisis serta tidak dapat menghindar.
Tahap ketiga adalah tahapan kronis, fase ini adalah fase transisi atau ‘clean up stage’. Organisasi berusaha untuk menangani dan menyelesaikan tuntutan dari berbagai pihak dengan memberikan kompensasi, ganti rugi atau penyelesaian masalah secara hukum. Fase ini dapat berlangsung sangat lama, lebih lama dari tahap krisis sebenarnya.
Tahap keempat adalah fase resolusi, dimana sudah ada tanda-tanda penyelesaian akhir yang menandakan krisis sudah mulai reda. Perusahaan harus tetap berhati-hati karena ada kemungkinan krisis muncul kembali. Perusahaan harus memberikan perhatian ekstra kepada khalayak (public), terus melaksanakan pemantauan serta melaksanakan evaluasi rencana penanganan krisis.
Gambar 2.3 Tahapan Krisis Public Relations menurut Fink (1986)
DAFTAR PUSTAKA
Agustine. 2000. Harvard Business Review on Crisis Management, Harvard Business School Press, USA
Christine Daymon, I. Holloway. 2002. Qualitative Research Methods in Public relations and Marketing Communication. Cahya Wiratama (penterjemah). 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications, PT. Bentang Pustaka, Jogjakarta.
Elton,L. 2007. Pengaruh Pemberitaan Surat Kabar Terhadap Persepsi Masyarakat Pengguna Jasa Transportasi Udara di Surabaya (Kasus Studi Kecelakaan Pesawat Adam Air), Jurnal llmiah Scriptura, Volume 1(2): p. 98-110.
Fearn dan K. Banks. 1996. Crisis Communication: A Case book Approach, Lawrence Erlbarum, Mahwah NJ.
Fink, S. 1986. Crisis Management: Planning for the Inevitable, Amacom, New York
Griffin, R.W. 2002. Management 7th, published by Houghton Mifflin Company. Gina Gania; editor. W.C. Kristiaji. 2009. Manajemen. Edisi 7 , Erlangga, Jakarta
Hammersley, M. 1998. Reading ethnographic research. 2nd ed., Longman,London UK:
Handoko, T.H., 1998. Manajemen edisi Kedua, BPFE Yogyakarta, Jogjakarta.
Iriantara, Y. 2007. Community Relations: Konsep dan Aplikasi, Simbiosa Rekatama Media,Bandung
Jacobalis, S. 2002. Public Relations Rumah Sakit, Seminar PERSI.
Kasali, R. 2003. Manajemen Publik Relations., Pusat Studi Pengembangan Kawasan, Jakarta.
Kotler, P. 1997. Marketing Management, ninth edition, published by Prentice Hall.Inc. Hendra Teguh, Ronny Antonius Rusli (penterjemah). 2007. Manajemen Pemasaran., Prenhallindo, Jakarta
Kusumastuti, F.2004. Dasar-dasar hubungan Masyarakat, Edisi 2, Ghalia Indonesia,Jakarta.
Lincoln, Y.S. danE.G. Guba.1985. Naturalistic Inquiry,: Sage, Beverly Hills CA.
Lupiyoadi, R. dan A. Hamdani. 2009. Manajamemen Pemasaran Jasa, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
Maxwell, J.A. 1996. Qualitative Research Design: An Interactive Approach,: Sage, Thousand Oaks CA.
Miles and Huberman.1994. Qualitative Data Analysis, 2nd ed,Sage Publication, London.
Morissan.2008. Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional., Prenada Media Group, Jakarta.
Mulyadi dan J. Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan,Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
Muray, A. 2001. Teach Yourself: Public relations, Hodder and Stoughton Educational, Great Britain.
Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan, Grasindo,Jakarta
Pearce, J.A. and R.B. Robinson. 2007. Strategic Management, Implemnetation and Control 10th edition, The Mc Graw Hill Companies, Inc. Yanivi Bachtiar dan Chistine (penterjemah). 2008. Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Rachmat, J. 1985. Metode Penelitian Komunikasi., Remaja Rosda Karya, Bandung.
Rivers, W., J.W. Jensen, dan T. Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern. 2004, Jakarta: Prenada Media.
Robbins, S.P. 2002. Essensials of Organizational Behaviour, 5thed, Prentice Hall.Inc. Halida, Dewi Sartika (penterjemah) Prinsip-Prinsip perilaku Organisasi, Edisi 5, Erlangga. Jakarta.
Rosyati dan L.L.A. Hidayati, 2004. Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard: Studi Kasus Pada Perusahaan Daerah Air Minum Kota Magelang. Jurnal Analisis Bisnis dan Ekonomi,. Vol.2(No.1),halaman 84-103.
Ruslan, R. 1999., Praktek dan Solusi Public Relations; dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ruslan, R. 2005. Kampanye Public Relations., Jakarta: Rajawali Pers.
Ruslan, R. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Rajawali Grafindo Persada Jakarta.
Ruslan, R. 2008. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi., Rajawali Pers, Jakarta:
Sanzo, M.J,A.B. del Rio, V. Iglesias, R. Vazquez. 2003. Attitude and satisfaction in a traditional food product. British Food Journal,. vol 105 (10/11),page 771-788.
Seitel, F.1992. The Practice of Public Relations., Mac Millan Publishing Co., New York
Soemirat, S. dan. E.Ardianto . 2007. Dasar-Dasar Public Relations., PT. Rosdakarya, Bandung.
Tambunan, R.M. 2008. Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedures., MAIESTAS Publishing, Jakarta.
Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik :Pengantar Proses Berfikir Strategik,Binarupa Aksara, Jakarta.
Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee. 1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc, New York.
[2]Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee. 1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc, New York.
[3] Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan, Grasindo,Jakarta
[4] Sanzo, M.J, A.B. del Rio, V. Iglesias, R. Vazquez. 2003. Attitude and satisfaction in a traditional food product. British Food Journal,. vol 105(10/11), page 771-788
[5]Kotler, P. 1997. Marketing Management, ninth edition, published by Prentice Hall.Inc. Hendra Teguh, Ronny Antonius Rusli (penterjemah). 2007. Manajemen Pemasaran., Prenhallindo, Jakarta
[6] Pearce, J.A. and R.B. Robinson. 2007. Strategic Management, Implemnetation and Control 10th edition, The Mc Graw Hill Companies, Inc. Yanivi Bachtiar dan Chistine (penterjemah). 2008. Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
[10]Ruslan, R. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Rajawali Grafindo Persada Jakarta.
[16]Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee. 1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc, New York.
[17]Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan, Grasindo,Jakarta
[18]Ruslan, R. 1999., Praktek dan Solusi Public Relations; dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra, Ghalia Indonesia, Jakarta.
[20]Agustine. 2000. Harvard Business Review on Crisis Management, Harvard Business School Press, USA
[21]Muray, A. 2001. Teach Yourself: Public relations, Hodder and Stoughton Educational,Great Britain.