Loading...

STRATEGI RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI KRISIS PUBLIC RELATIONS MENURUT PERSPEKTIF FIQH MUAMALAT

STRATEGI RUMAH SAKIT  DALAM MENGHADAPI KRISIS PUBLIC RELATIONS  MENURUT  PERSPEKTIF
FIQH MUAMALAT
SAFARI HASAN,
 Konsultan Rumah Sakit Indonesia (KaRSI), Jalan Ursa Minor 20 Malang,
Abstrak
 Rumah sakit adalah suatu organisasi yang sangat kompleks karena bersifat padat modal, padat tenaga kerja, padat teknologi dan juga padat masalah. Rumah sakit merupakan tempat promosi kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih menyangkut disiplin kedokteran, hukum, ekonomi, sosial, dan manajemen. Keluhan konsumenterhadap rumah sakit, dapat menimbulkan permasalahan bagi rumah sakit yang dikenal sebagai krisis public relations. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas. Langkah pengelolaan krisis PR meliputi (1) membuat  rancangan strategi pengelolaan krisis Kehumasan (aktiitas persiapan, melakukan briefing, mempersiapkan holding statement, mempersiapkan daftar jawaban, mempersiapkan strategi media perantara.), (2) tahap implementasi (melakukan komunikasi bertingkat ,menentukan alternative lokasi, memperbarui holding statements). Aktifitas Manajemen Public Relations ini dapat  dikaji secara Fiqh Muamalat melalui  Hukum  Shulhu atau mediasi.
Kata Kunci: rumah sakit, manajemen krisis public relations, fiqh muamalah,Shulhu
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang sangat kompleks karena bersifat padat modal, padat tenaga kerja, padat teknologi dan juga padat masalah Rumah sakit merupakan tempat promosi kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih menyangkut disiplin kedokteran, hukum, ekonomi, sosial, dan manajemen. Keadaan yang menggambarkan bahwa rumah sakit adalah organisasi yang kompleks dan multi fungsi diatas menyebabkan fungsi sosial rumah sakit lebih dominan[1].
Globalisasi dan pasar bebas menjadikan rumah sakit dewasa ini bukan hanya sekedar sebagai lembaga sosial yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan, tetapi lebih jauh lagi bergerak kearah industri pelayanan jasa di bidang kesehatan. Kondisi ini memaksa rumah sakit untuk menerapkan konsep dan strategi bisnis yang profesional di segala bidang, termasuk pada bidang public relations.
Keluhan konsumen terhadap rumah sakit, dapat menimbulkan permasalahan bagi rumah sakit yang dikenal sebagai krisis public relations. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas.[2] Secara umum krisis public relations dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana peristiwa, rumor, atau informasi akan memberi pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas rumah sakit [3].
Perubahan citra akan berdampak pada perubahan sikap dan perilaku konsumen dalam melaksanakan pembelian produk, karena konsumen cenderung menghindar dari memanfaatkan produk yang memiliki citra negatif[4].. Oleh karena itu penanganan krisis public relations di rumah sakit  merupakan suatu hal yang penting diupayakan, mengingat krisis public relations bisa menimbulkan citra negatif bagi rumah sakit dan berpengaruh pula pada sikap dan perilaku konsumen rumah sakit dalam memanfaatkan jasa rumah sakit.
Secara umum penyebab krisis public relations adalah faktor ketidakpuasan pasien terhadap pelayananan rumah sakit. Menurut Kotler[5]; Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya, apabila konsumen puas maka akan cenderung untruk membeli produk yang sama serta memberikan referensi yang baik suatu produk kepada orang lain. Namun jika tidak puas akan suatu layanan, konsumen akan mengembalikan produk atau menempuh tindakan lain yang lebih ekstrim.
Sumber : Kotler (1997)
Gambar. 1
Alternatif tindakan Konsumen Akibat Ketidakpuasan
Dalam konteks rumah sakit pendapat Kotler diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut; Pasien yang puas terhadap pelayanan rumah sakit cenderung untuk kembali berkunjung ke rumah sakit serta memberikan referensi yang baik atas pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada orang lain. Pasien atau keluarga pasien yang tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit, memiliki peluang mengambil tindakan pribadi berupa memberikan referensi negatif atas pelayanan rumah sakit atau melakukan pengaduan secara langsung ke rumah sakit, melapor ke Lembaga Swadaya Masyarakat, media masa, lembaga perwakilan rakyat, instansi terkait, serta lembaga perlindungan konsumen. Pasien dan keluarganya dapat melaksanakan tindakan yang bersifat umum misalnya menuntut ganti rugi secara langsung ke rumah sakit, menempuh jalur hukum, memutuskan untuk berhenti memanfaatkan jasa atau memboikot rumah sakit tertentu atau memboikot tenaga medis dan paramedis yang memberikan pelayanan jasa kesehatan tersebut.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan populasi Muslim terbesar di dunia. idealnya menjalankan aktivitas bisnis  dan  pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu  kajian Strategi rumah sakit dalam menghadapi krisis public relations menurut perspektif fiqh muamalah perlu dilakukan dalam memperkaya wacana keilmuan di bidang  Hukum  Ekonomi Islam  beserta  implementasinya.
 PEMBAHASAN
Strategi bagi manajer adalah rencana berskala besar dengan berorientasi masa depan guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi merupakan rencana permainan perusahaan, meski tidak merinci seluruh pemanfaatan (manusia, keuangan, dan material) di masa depan, namun rencana tersebut menjadi kerangka bagi keputusan manajerial. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana, kapan, dan dimana, perusahaan akan bersaing, dengan siapa perusahaan sebaiknya bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing [6]
Sumber : Pearce dan Robinson (2008))
 Gambar 2
 Model Manajemen Strategis Pearce dan Robinson
Wahyudi[7]  menjelaskan, strategi memilki beberapa ciri antara lain; menyatu (unified) yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan, menyeluruh (comprehensive) yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan, integral (integrated) yaitu seluruh strategi akan cocok atau sesuai dengan seluruh tingkatan dalam perusahaan.
 Pengertian Public Relations
Terdapat banyak definisi tentang public relations, biasa disingkat PR atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Humas, salah satunya adalah menurut International Public Relations Association (IPRA). Menurut IPRA, public relations  adalah[8]:
“ fungsi manajemen, dari karakter yang terencana dan berkesinambungan, dan mempertahankan pemahaman, simpati dan dukungan dari pihak yang diinginkannya dengan mengevaluasi pendapat publik dalam rangka mengkorelasikan sejauh mungkin kebijakan dan prosedur mereka sendiri untuk mencapai melalui rencana dan penyebaran informasi
            Definisi public relations yang lain berasal dari pertemuan para pakar Humas pada bulan Agustus 1978 yang dikenal sebagai The Statement of Mexico. Definisi tersebut berbunyi:
Praktek public relations adalah seni dan ilmu pengetahuan social yang dapat digunakan untuk menganalisa kecenderungan, memprediksi konsekwensinya, menasehati pemimpin organisasi dan melaksanakan program terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan publik atau umum[9].
Adapun definisi public relations menurut Harlow[10] setelah mengkaji 472 definisi humas adalah:
 “Public relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya menyangkut aktivitas komunikasi, saling pengertian, penerimaan, kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi permasalahan, menmbantu manajemen dalam menghadapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan  secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini, dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama”.
            Menurut Jacobalis[11] dalam seminar PERSI dengan tema “Public Relations Rumah Sakit”, PR rumah sakit adalah; upaya yang disengaja, direncanakan dan berlanjut untuk menciptakan komunikasi dua arah antara rumah sakit dengan publik (khalayaknya) dengan tujuan mempertahankan saling pengertian, kerjasama, memenuhi kepentingan bersama, dan secara keseluruhan meningkatkan citra rumah sakit. Adapun publik (khalayak) rumah sakit meliputi khalayak eksternal: masyarakat umum, pelanggan (pasien dan keluarganya), pemasok (termasuk Pedagang Besar Farmasi, klinik, dokter, dan bidan yang diharapkan merujuk pasien), media massa, perusahaan asuransi kesehatan, bank, asosiasi profesi, asosiasi rumah sakit, institusi pendidikan, instansi pemerintahan, pemegang saham dan sebagainya. Adapun publik internal meliputi manajemen dan kelompok Sumber Daya Manusia di rumah sakit.
            Proses kerja PR atau Humas menurut Ruslan (2006) adalah: “Seni dan ilmu pengetahuan sosial untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi-konsekuensinya, menasehati para pemimpin organisasi, dan melakukan program yang terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik kepentingan organisasi maupun publik atau umum.”
            Berdasarkan uraian diatas bisa di simpulkan bahwa dalam praktiknya PR itu adalah suatu keinginan untuk menanamkan pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik kepada suatu organisasi atau rumah sakit. Sekecil apapun penilaian dari publik dapat mempengaruhi eksistensi suatu suatu rumah sakit karena secara langsung dan tidak langsung kegiatan suatu rumah sakit akan selalu berhubungan dengan publik. Baik publik eksternal maupun publik internal
Tujuan dan  Fungsi Public Relations
            Public relations atau Humas secara umum bertujuan menciptakan dan memelihara saling pengertian, dalam sebuah organisasi. Oxley dalam Iriantara[12] mempertegas pernyataan ini dengan mengatakan bahwa tujuan Humas sesungguhnya tidak bisa lepas dari tujuan organisasi, mengingat Humas adalah fungsi manajemen satu organisasi dan Humas pun bekerja di dalam organisasi itu. Dan ditegaskan bahwa prinsipnya Tujuan Humas jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif organisasi secara keseluruhan.
            Tujuan Humas itu dirinci Oxley menjadi enam belas tujuan sebagai berikut; menciptakan good will karyawan atau anggota organisasi, mencegah dan memberi solusi masalah perburuhan, mengayomi good will komunitas tempat organisasi menjadi bagian didalamnya,good will para stake holder dan konstituen, mengatasi kesalahpahaman dan prasangka, mencegah serangan, menjaga good will para pemasok, mempertahankan good will pemerintah, good will bagian lain dari industri, good will para dealer dan menarik dealer lain, kemampuan untuk mendapatkan personel terbaik, pendidikan publik untuk menggunakan produk atau jasa, pendidikan publik untuk satu titik pandang, good will para pelanggan atau para pendukung,investigasi sikap pelbagai kelompok terhadap perusahaan, merumuskan dan membuat pedoman kebijakan, menaungi viabilitas masyarakat tempat organisasi berfungsi
            Menurut Kasali[13], Humas adalah fungsi strategi dalam manajemen yang melakukan komunikasi guna melahirkan pemahaman dan penerimaan publik Sedangkan Cutlip et.al dalam Morissan[14]merumuskan fungsi Humas sebagai berikut:
a.       Menjunjung aktifitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga atau organisasi).
b.      Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya sebagai khalayak sasaran.
c.       Mengidentifikasikan yang menyangkut opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya.
d.      Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbangan saran kepada pimpinan manajemen demi untuk tujuan dan manfaat bersama.
e.       Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya atau terjadi sebaliknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak.
            Fungsi utama Public relations atau humas, menurut Djanaid dikutip Kusumastuti[15] adalah fungsi konstruktif dan fungsi korektif. Dalam fungsi konstruktif, humas berperan sebagai mempersiapkan mental publik untuk menerima kebijakan organisasi/lembaga, humas menyiapkan mental organisasi/lembaga untuk memahami kepentingan publik.
            Fungsi konstruktif ini mendorong humas membuat aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif. Fungsi korektif dilakukan apabila sebuah lembaga/organisasi terjadi masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka humas berperan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kedudukan Public Relations dalam organisasi rumah sakit
            Cutlip, Center, dan Broom dalam Morissan (2008)  mengungkapkan ruang lingkup kerja humas mencakup tujuh bidang pekerjaan: publicity, advertising, press agency, public affairs, issues management, lobbying dan investor relation. Atau bisa di terjemahkan menjadi publisitas, iklan, penghubung dengan media, urusan publik, manajemen isu, lobi dan hubungan investor. Pada prakteknya lingkup kerja humas ini bisa dipadatkan menjadi enam bidang pekerjaan saja dengan cara menjadikan iklan sebagai bagian dari pemasaran dan menggabungkan press agencykedalam publisitas karena pada dasarnya press agency merupakan bagian dari publisitas sementara iklan menjadi salah satu kegiatan pemasaran. Dengan demikian ruang lingkup pekerjaan humas dapat dibagi menjadi enam bidang pekerjaan yaitu:
a.       Publisitas
Publisitas adalah upaya orang atau organisasi agar kegiatannya diberitakan media massa. Publisitas lebih menekankan pada proses komunikasi satu arah sedangkan humas adalah komunikasi dua arah. Publisitas merupakan salah satu alat dalam kegiatan humas, namun humas tidak akan dapat berbuat banyak tanpa publisitas.
b.      Pemasaran
Humas pada organisasi bertujuan mencari keuntungan seperti perusahaan haruslah dapat bekerja secara efektif dan menjadi bagian dari tujuan perusahaan untuk memenangkan persaingan. Kondisi kompetitif yang terdapat pada perusahaan menjadi tuntutan manajemen terhadap peran humas menjadi sangat besar.
c.       Public Affairs
Humas memiliki peranan khusus dalam publik yang membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah dan komunitas lokal agar dapat mempengaruhi kebijakan publik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua pihak yang menjadi fokus perhatian public affairs yaitu pemerintah dan masyarakat. Organisasi atau perusahaan harus menjalin hubungan yang harmonis dengan pemerintah karena pemerintah mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
d.      Manajemen Isu
Manajemen isu (issue management) merupakan upaya organisasi atau perusahaan untuk melihat kecenderuangan isu atau opini publik yang muncul di tengah masyarakat dalam upaya organisasi memberikan tanggapan atau respon yang sebaik-baiknya.
e.       Lobi
Bagian khusus dari PR yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintah dan non pemerintah terutama dengan tujuan mempengaruhi penyusunan undang-undang dan regulasi.
f.       Hubungan Investor
Tugas humas dalam menjalin hubungan investor adalah meningkatkan nilai saham perusahaan dan mengurangi biaya modal dengan cara meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan membuat saham menjadi menarik bagi para investor individu dan investor institusi serta para analis keuangan. 
Krisis dalam organisasi rumah sakit
Setiap organisasi atau perusahaan pasti memiliki peluang untuk mengalami krisis. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas[16] . Sementara itu Fearn dan Banks  dalam Nova[17]mendefiniskan krisis sebagai “ a mayor occurrence with a potentially negative outcome affecting an organization, company or industry, as well as its public, products, services or good name”. Secara umum krisis public relationsdapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana peristiwa, rumor, atau informasi akan memberi pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas organisasi atau perusahaan.
Krisis bisa terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja, krisis umumnya terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Sebuah penelitian tentang manajemen krisis menemukan bahwa hanya 14% dari krisis yang dapat diduga. Sedangkan 86% sisanya krisis yang terjadi secara tiba-tiba[18].
Tahapan krisis atau lazim disebut sebagai anatomi krisis memiliki tahapan yang berbeda diantara para ahli. Menurut Fink[19], krisis tersusun atas empat fase yaitu; tahap prodomal, tahap akut, tahap kronik, dan tahap resolusi.
Tahap prodomal adalah suatu fase dimana gejala atau tanda-tanda krisis mulai muncul. Jika gejala ini dapat dikenali dan diatasi, maka akan terjadi aborsi krisis. Pada tahap ini perusahaan harus melaksanakan strategi berikut; melakukan pemantauan terhadap lingkungan untuk mengetahui kecenderungan yang berkembang dan memiliki peluang mempengaruhi organisasi, mengumpulkan data masalah yang potensial menimbulkan kesulitan bagi organisasi, dan mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi mencegah munculnya krisis. Jika perusahaan cepat bergerak mengatasi krisis ini, maka besar kemungkinan tidak terjadi krisis.
Tahap kedua adalah krisis akut, dimana kerusakan benar-benar telah terjadi. Jika perusahaan tidak dapat mengatasi, maka kerusakan akan terus berlanjut dan muncul korban-korban. Pada kondisi ini, perusahaan harus mengakui telah terjadi krisis serta tidak dapat menghindar.
Tahap ketiga adalah tahapan kronis, fase ini adalah fase transisi atau ‘clean up stage’. Organisasi berusaha untuk menangani dan menyelesaikan tuntutan  dari berbagai pihak dengan memberikan kompensasi, ganti rugi atau penyelesaian masalah secara hukum. Fase ini dapat berlangsung sangat lama, lebih lama dari tahap krisis sebenarnya.
Tahap keempat adalah fase resolusi, dimana sudah ada tanda-tanda penyelesaian akhir yang menandakan krisis  sudah mulai reda. Perusahaan harus tetap berhati-hati karena ada kemungkinan krisis muncul kembali. Perusahaan harus memberikan perhatian ekstra kepada khalayak (public), terus melaksanakan pemantauan serta melaksanakan evaluasi rencana penanganan krisis.
Gambar 2.3 Tahapan Krisis Public Relations  menurut Fink (1986)
Peran Public Relations dalam mengatasi krisis
Krisis menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung bagi rumah sakit, diantaranya adalah rusaknya citra, turunnya kunjungan pasien, berhentinya layanan, bahkan berujung pada kebangkrutan. Menurut Agustine[20], ada beberapa langkah yang harus ditempuh di dalam menagani krisis, yaitu; hindari krisis, siapkan perencanaan manajemen krisis, mengenali krisis, containing krisis, memecah krisis, dan mengambil keuntungan dari krisis.
Sementara itu, Muray (2001) menjelaskan bahwa manajemen krisis merupakan suatu pendekatan terstruktur dalam menghadapi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah menempatkan suatu desain strategi komunikasi dimana informasi dapat disampaikan secara cepat dan tepat. Disamping itu juga bertujuan untuk mengurangi resiko sekecil mungkin dengan cara memperbaiki kesalahan informasi dan membantu mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh krisis. Rencana manajemen krisis dimulai dengan melakukan identifikasi dari skenario-skenario krisis yang dapat menimpa perusahaan yang kemudian dijadikan suatu rancangan mekanisme komunikasi yang berguna untuk mengatur suatu krisis secara cepat, serta membantu karyawan dalam menentukan skala proritas masalah.   
Ada beberapa langkah yang disarankan Muray[21] dalam melaksanakan pengelolaan  krisis, diantaranya:
1.      Membuat  rancangan strategi  pengelolaan krisis.
 Adapun langkah yang ditempuh adalah identifikasi krisis yang potensial menimpa perusahaan dan pihak-pihak dimana saja yang akan terkena dampaknya baik krisis internal ataupun eksternal. Perencanaan harus dimulai dari suatu analisa terstruktur atas semua permasalahan yang mungkin akan dihadapi perusahaan. Pengamatan yang luas melakukan monitoring secara proaktif atas isu-isu berkembang memainkan peranan penting sebagai pelatihan awal. Hal ini akan membantu dalam mengidentifikasi ancaman yang mungkin terjadi dimasa akan datang, dan mereview apa yang menimpa perusahaan lain dengan karakteristik yang sama dengan institusi kita.
a.       Aktivitas persiapan (Preparation)
Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah dengan mempersiapkan orang-orang yang berhak bicara mewakili institusi/perusahaan di masa krisis. Mereka memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan secara efektif dan memiliki keyakinan untuk mengatur suatu pengalaman yang mungkin dapat mendatangkan stress. Setelah itu buat rencana komunikasi bertingkat.
b.      Melakukan briefing.
Tujuan briefing adalah untuk memberikan informasi kepada tiap orang dalam perusahaan mengenai tanggungjawabnya masing-masing di masa krisis dan memastikan setiap orang mendapat pengarahan ulang mengenai masalah tersebut. Setiap orang yang terlibat dalam perencanaan komunikasi harus memahami peran mereka ketika krisis terjadi.
c.       Mempersiapkan holding statement
Tahapan selanjutnya adalah mempersiapkan pernyataan (statement) yang hendak disampaikan oleh juru bicara. Isi pernyataan sangat spesifik tergantung dari situasi krisis yang terjadi. Isinya secara umum adalah, pernyataan kepedulian perusahaan terhadap masalah yang terjadi, adanya upaya dari perusahaan untuk mengatasi masalah yang terjadi, serta akan memberikan informasi lebih lanjut jika dibutuhkan.
d.      Mempersiapkan daftar jawaban atas pertanyaan yang mungkin paling ditanyakan oleh publik dan media.
e.       Mempersiapkan strategi media perantara dimasa krisis.
Media memiliki peran penting disaat krisis, oleh karena itu sejak awal media harus dijadikan “sekutu” dengan beberapa langkah strategi; membuat daftar wartawan yang Akan dihubungi disaat krisis,mempersiapkan pers release, mempersiapkan profil perusahaan, persiapan pelatihan media relations, memberikan informasi kepada semua staf, membuat web site, simulasi krisis, melakukan review terhadap rencana pengelolaan manajemen krisis.
2.      Tahap Implementasi
a.       Melakukan komunikasi bertingkat  secepatnya
b.      Tentukan alternatif lokasi yang akan digunakan sebagai kantor public relations, jika gedung resmi perusahaan mengalami kerusakan karena krisis.
c.       Sambil memperkirakan skala dari krisis yang terjadi, instruksikan staf public relations (humas) untuk memperbarui “holding statement”dengan informasi terbaru mengenai krisis. Siapkan deadline untuk kemunculan informasi-informasi yang hendak ditampilkan ke publik. Jika diperlukan buatlah jadwal pers release yang harus diterbitkan. Secepatnya kirim pers release ke media dengan dilengkapi profil perusahaan. Sehingga semua perkembangan krisis dapat dikontrol dengan pemberian informasi secara berkesinambungan ke media, agar khalayak memIliki informasi terbaru yang akurat dan terpercaya.
Pengertian dan Hukum Shulhu
Pengertian Shulhu
Ash-Shulh berasal dari bahasa Arab yang berarti perdamaian, penghentian perselisihan, penghentian peperangan. Dalam kazanah keilmuan, ash-shulhu dikategorikan sebagai salah satu akad berupa perjanjian diantara dua orang yang berselisih atau berperkara untuk menyelesaikan perselisihan diantara keduanya. Dalam terminologi ilmu fiqih ash-shulhu memiliki pengertian perjanjian untuk menghilangkan polemik antar sesama lawan sebagai sarana mencapai kesepakatan antara orang-orang yang berselisih.[22]
 Misalnya seseorang menuduh orang lain mengambil suatu hak yang diklaimnya sebagai miliknya, lalu tertuduh mengakui karena ketidaktahuannya terhadap penuduh, kemudian tertuduh mengajak penuduh berdamai dengan tujuan menjauhi atau menghindari suatu permusuhan dan sumpah yang diwajibkan atas tertuduh yang menyangkal tuduhan.
Di dalam Ash-shulhu ini ada beberapa istilah yaitu: Masing-masing pihak yang mengadakan perdamaian dalam syariat Islam distilahkan musalih, sedangkan persoalan yang diperselisihkan di sebut musalih’anhu, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain untuk mengaklhjiri pertingkaian/pertengkaran dinamakan dengan musalih’alaihi atau di sebut juga badalush shulh
Hukum Shulhu
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur’an, sunah rasul dan ijma.
Al-qur’an menegaskan dalam surat al-Hujarat ayat 9 yang artinya “jika dua golongan orang beriman bertengkar damaikanlah mereka. Tapi jika salah satu dari kedua golongan berlaku aniaya terhadap yang lain maka perangilah orang yang aniaya sampai kembali kepada perintah Allah tapi jika ia telah kembali damaiakanlah keduanya dengan adil, dan bertindaklah benar. Sungguh Allah cinta akan orang yang bertindak adil (QS. Al-Hujurat : 9)”.
Mengenai hukum shulhu diungkapkan juga dalam berbagai hadits nabi, salah satunya yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan  Imam Tirmizi  yang artinya “perdamaian dibolehkan dikalangan  kaum muslimin, kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang haram. Dan orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Turmuzi)”.
Pesan terpenting yang dapat dicermati dari hadits di atas bahwa perdamaian merupakan sesuatu yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali tidak dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas di dalam islam. Orang-orang islam yang terlibat di dalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan perdamaian tidak berisikan hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum; yang halal menjadi haram atau sebaliknya.
Dasar hukum lain yang mengemukakan di adakannya perdamaian di antara para pihak-pihak yang bersengketa di dasarkan pada ijma.
Rukun dan Syarat Shulhu
a.       Rukun Shulhu
Adapun yang menjadi rukun perdamaian adalah[23]:
1)       Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa.
2)       Mushalih’anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan.
3)       Mushalih ’alaih, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah badal al-shulh.
4)       Shigat ijab dan Kabul di antara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.
Ijab kabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya ijab Kabul yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah aku terima”.
Dengan adanya perdamaian (al-shulh), penggugat berpegang kepada sesuatu yang disebut badal al-shulh dan tergugat tidak berhak meminta kembali dan menggugurkan gugatan, suaranya tidak didengar lagi.
Apabila rukun itu telah terpenuhi maka perdamaian di antara pihak-pihak yang bersengketa telah berlangsung. Dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak untuk memenuhi / menunaikan pasal-pasal perjanjian perdamaian.
b. Syarat Shulhu
Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan kepada:
1) Menyangkut subyek, yaitu musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian   perdamaian)
Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap bertindak menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan atau wewenang itu seperti :
a. Wali, atas harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.
b. Pengampu, atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya
c. Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.
2) Menyangkut obyek perdamaian
Tentang objek perdamaian haruslah memenuihi ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda tidak berwujud seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan, dan bermanfaat.
b. Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan, yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang sama.
3) Persoalan yang boleh di damaikan
Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah hanyalah sebatas menyangkut hal-hal berikut :
a. Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat di nilai
b. Pertikaian menyangkut hal manusia yang dapat diganti
Dengan kata lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan muamalah (hukum privat). Sedangkan persoalan-persoalan yang menyangkut hak ALLAH tidak dapat di lakukan perdamaian.
Macam-macam Shulhu
 Secara garis besar ash-shulhu terbagi atas empat macam, yaitu:
a)       Perdamaian antara kaum muslimin dengan masyarakat nonmuslim, yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu (dewasa ini dikenal dengan istilah gencatan senjata), secara bebas atau dengan jalan mengganti kerugian yang diatur dalam undang-undang yang disepakati dua belah pihak.
b)       Perdamaian antara penguasa (imam) dengan pemberontak, yakni membuat perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan mengenai keamanan dalam Negara yang harus ditaati, lengkapnya dapat dilihat dalam pembahasan khusus tentang bughat.
c)       Perdamaian antara suami dan istri dalam sebuah keluarga, yaitu membuat perjanjian dan aturan-aturan pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.
d)       Perdamaian antara para pihak yang melakukan transaksi (perdamaian dalam mu’amalat atau pelayanan kesehatan), yaitu membentuk perdamaian dalam msaalah yang ada kaitannya dengan perselisihan-perselisihan yang terjadi dalam  masalah  mua’malat.
Hikmah Shulhu
Dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi antara ummat manusia, Islam telah memberikan beberapa konsep dasar untuk membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi. Penyelesaian masalah ini dapat melalui shulhu (perdamaian).
Imam Ash-Shan’ani menerangkan hadits di atas dengan berkata :
قَدْ قَسَّمَ الْعُلَمَاءُ الصُّلْحَ أَقْسَامًا، صُلْحُ الْمُسْلِمِ مَعَ الْكَافِرِ، وَالصُّلْحُ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ وَالصُّلْحُ بَيْنَ الْفِئَةِ الْبَاغِيَةِ وَالْعَادِلَةِ وَالصُّلْحُ بَيْنَ الْمُتَقَاضِيَيْنِ وَالصُّلْحُ فِي الْجِرَاحِ كَالْعَفْوِ عَلَى مَالٍ وَالصُّلْحُ لِقَطْعِ الْخُصُومَةِ إذَا وَقَعَتْ فِي الْأَمْلَاكِ وَالْحُقُوقِ وَهَذَا الْقِسْمُ هُوَ الْمُرَادُ هُنَا وَهُوَ الَّذِي يَذْكُرُهُ الْفُقَهَاءُ فِي بَابِ الصُّلْحِ
“Para ulama telah membagi ash-shulhu (perdamaian) menjadi beberapa macam; perdamaian antara muslim dan kafir, perdamaian antara suami isteri, perdamaian antara kelompok yang bughat dan kelompok yang adil, perdamaian antara dua orang yang bertahkim kepada qadhi (hakim), perdamaian dalam masalah tindak pelukaan seperti pemberian maaf untuk sanksi harta yang mestinya diberikan, dan perdamaian untuk memberikan sejumlah harta kepada lawan sengketa jika terjadi pada harta milik bersama (amlaak) dan hak-hak. Pembagian inilah yang dimaksud di sini, yakni pembagian yang disebut oleh para fuqoha pada bab ash-shulhu (perdamaian).” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 4/247).
Secara ringkas hikmah ash-shulhu dapat mengakibatkan penyelesaian suatu masalah dengan jalan yang sama-sama adil bagi kedua belah pihak dan tetap berada dijalan allah serta syariat islam. Serta melindungi seorang muslim dari penyakit hati terutama iri dan dengki juga menghindari seseorang dari sikap curiga terhadap lawannya dalam suatu sengketa atau masalah.
Kesimpulan
Rumah Sakit merupakan institusi  pelayanan kesehatan yang padat modal, padat karya dan  padat masalah. Salah satu permasalahan diantaranya dalah adanya keluhan dari pasien yang berdampak pada buruknya citra rumah sakit yang dikenal sebagai krisis public relations.  Untuk mengatasi krisis public relationsmaka rumah sakit melaksanakan  penerapan strategi krisis public relations.
Tujuan dari penerapan strategi krisis public relations oleh institusi rumah sakit  adalah untuk memberikan pelayanan, kepada publik, menjaga hubungan baik dengan publik serta mempertahankan citra institusi. Adapun tahapan krisis public relatios yang harus dihadapi  meliputi  prodomal, akut, kronik dan resolusi.
 Upaya yang ditempuh dalam tahap persiapan strategi krisis public relations oleh rumah sakit diantaranya: melakukan aktivitas persiapan, melaksanakan briefing, mempersiapkan statement, mempersiapkan jawaban serta melaksanakan strategi media perantara. Dalam tahap implementasi dengan melaksanakan strategi komunikasi bertingkat, mempersiapkan alternatif lokasi  untuk kantor humas dan mengeluarkan statement secara berkala.
Konsep strategi  public relations di rumah sakit dalam menghadapi keluhan dari pasien dalam fiqh muamalah dikienbal sebagai Shulhu. Secara ringkas hikmah ash-shulhu dapat mengakibatkan penyelesaian suatu masalah dengan jalan yang sama-sama adil bagi kedua belah pihak dan tetap berada dijalan allah serta syariat islam. Serta melindungi seorang muslim dari penyakit hati terutama iri dan dengki juga menghindari seseorang dari sikap curiga terhadap lawannya dalam suatu sengketa atau masalah.
Strategi krisis public relations harus dimiliki oleh  setiap organisasi institusi rumah sakit.
a.       Penyusunan strategi krisis public relations sebaiknya disusun secara rinci dalam bentuk prosedur tetap sehingga memudahkan dalam implementasi di lapangan.
b.      Laksanakan simulasi secara berkala untuk meningkatkan  kemampuan dan kehandalan perseorangan dan tim dalam institusi dalam mengatasi krisis public relations.
c.       Harus dilaksanakan evaluasi secara berkala untuk mencari kelemahan strategi krisis public relations yang ada dan dilaksanakan  upaya perbaikan  secara berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA
Agustine. 2000. Harvard Business Review on Crisis Management, Harvard Business School Press, USA
Christine Daymon, I. Holloway. 2002. Qualitative Research Methods in Public relations and Marketing Communication. Cahya Wiratama (penterjemah). 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations dan Marketing Communications, PT. Bentang Pustaka, Jogjakarta.
Elton,L. 2007. Pengaruh Pemberitaan Surat Kabar Terhadap Persepsi Masyarakat Pengguna Jasa Transportasi Udara di Surabaya (Kasus Studi Kecelakaan Pesawat Adam Air), Jurnal llmiah Scriptura, Volume 1(2): p. 98-110.
Fearn dan K. Banks. 1996. Crisis Communication: A Case book Approach, Lawrence Erlbarum, Mahwah NJ.
Fink, S. 1986. Crisis Management: Planning for the Inevitable, Amacom, New York
Griffin, R.W. 2002. Management 7th, published by Houghton Mifflin Company. Gina Gania; editor. W.C. Kristiaji. 2009. Manajemen. Edisi 7 , Erlangga, Jakarta
Hammersley, M. 1998. Reading ethnographic research. 2nd ed., Longman,London UK:
Handoko, T.H., 1998. Manajemen  edisi Kedua, BPFE Yogyakarta, Jogjakarta.
Iriantara, Y. 2007. Community Relations: Konsep dan Aplikasi, Simbiosa Rekatama Media,Bandung
Jacobalis, S. 2002. Public Relations Rumah Sakit, Seminar PERSI.
Kasali, R. 2003. Manajemen Publik Relations., Pusat Studi Pengembangan Kawasan, Jakarta.
Kotler, P. 1997. Marketing Management, ninth edition, published by Prentice Hall.Inc. Hendra Teguh, Ronny Antonius Rusli (penterjemah). 2007. Manajemen Pemasaran., Prenhallindo, Jakarta
Kusumastuti, F.2004. Dasar-dasar hubungan Masyarakat, Edisi 2, Ghalia Indonesia,Jakarta.
Lincoln, Y.S. danE.G. Guba.1985. Naturalistic Inquiry,: Sage, Beverly Hills CA.
Lupiyoadi, R. dan A. Hamdani. 2009. Manajamemen Pemasaran Jasa, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.
Maxwell, J.A. 1996. Qualitative Research Design: An Interactive Approach,: Sage, Thousand Oaks CA.
Miles and Huberman.1994. Qualitative Data Analysis, 2nd ed,Sage Publication, London.
Morissan.2008. Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional., Prenada Media Group, Jakarta.
Mulyadi dan J. Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen:  Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan,Edisi 2, Salemba Empat,  Jakarta.
Muray, A. 2001. Teach Yourself: Public relations, Hodder and Stoughton Educational, Great Britain.
Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan,  Grasindo,Jakarta
Pearce, J.A. and R.B. Robinson. 2007. Strategic Management, Implemnetation and Control 10th edition, The Mc Graw Hill Companies, Inc. Yanivi Bachtiar dan Chistine (penterjemah). 2008. Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Rachmat, J. 1985. Metode Penelitian Komunikasi., Remaja Rosda Karya, Bandung.
Rivers, W., J.W. Jensen, dan T. Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern. 2004, Jakarta: Prenada Media.
Robbins, S.P. 2002. Essensials of Organizational Behaviour, 5thed, Prentice Hall.Inc. Halida, Dewi Sartika (penterjemah) Prinsip-Prinsip perilaku Organisasi, Edisi 5, Erlangga. Jakarta.
Rosyati dan L.L.A. Hidayati, 2004. Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard: Studi Kasus Pada Perusahaan Daerah Air Minum Kota Magelang. Jurnal Analisis Bisnis dan Ekonomi,. Vol.2(No.1),halaman 84-103.
Ruslan, R. 1999., Praktek dan Solusi Public Relations; dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra,  Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ruslan, R. 2005. Kampanye Public Relations., Jakarta: Rajawali Pers.
Ruslan, R. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Rajawali Grafindo Persada Jakarta.
Ruslan, R. 2008. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi., Rajawali Pers, Jakarta:
Sanzo, M.J,A.B. del Rio, V. Iglesias, R. Vazquez. 2003. Attitude and satisfaction in a traditional food product. British Food Journal,. vol 105 (10/11),page 771-788.
Seitel, F.1992. The Practice of Public Relations., Mac Millan Publishing Co., New York
Soemirat, S. dan. E.Ardianto . 2007. Dasar-Dasar Public Relations., PT. Rosdakarya, Bandung.
Tambunan, R.M. 2008. Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedures., MAIESTAS Publishing,  Jakarta.
Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik :Pengantar Proses Berfikir Strategik,Binarupa Aksara, Jakarta.
Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee.  1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc,  New York.

 


[1] www.wikipedia.org/wiki/rumah_sakit, diakses tanggal 17 Juni 2015
[2]Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee.  1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc,  New York.
[3] Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan,  Grasindo,Jakarta
[4] Sanzo, M.J, A.B. del Rio, V. Iglesias, R. Vazquez. 2003. Attitude and satisfaction in a traditional food product. British Food Journal,. vol 105(10/11), page 771-788
[5]Kotler, P. 1997. Marketing Management, ninth edition, published by Prentice Hall.Inc. Hendra Teguh, Ronny Antonius Rusli (penterjemah). 2007. Manajemen Pemasaran., Prenhallindo, Jakarta
[6] Pearce, J.A. and R.B. Robinson. 2007. Strategic Management, Implemnetation and Control 10th edition, The Mc Graw Hill Companies, Inc. Yanivi Bachtiar dan Chistine (penterjemah). 2008. Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
[7] Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik :Pengantar Proses Berfikir Strategik, Binarupa Aksara, Jakarta.
[8]Soemirat, S. dan. E. Ardianto . 2007.Dasar-Dasar Public Relations., PT. Rosdakarya, Bandung.
[9] Ruslan, R. 2008. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi., Rajawali Pers, Jakarta
[10]Ruslan, R. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi, Rajawali Grafindo Persada Jakarta.
[11] Jacobalis, S. 2002. Public Relations Rumah Sakit, Seminar PERSI.
[12]Iriantara, Y. 2007. Community Relations: Konsep dan Aplikasi, Simbiosa Rekatama Media,Bandung
[13]Kasali, R. 2003.Manajemen Publik Relations., Pusat Studi Pengembangan Kawasan, Jakarta.
[14]Morissan.2008. Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional., Prenada Media Group, Jakarta.
[15]  Kusumastuti, F.2004. Dasar-dasar hubungan Masyarakat, Edisi 2, Ghalia Indonesia, Jakarta.
[16]Wilcox, D.L., P.H. Ault, and W.K. Agee.  1992. Public Relations Strategies and tactics., Harper Collins Publisher Inc,  New York.
[17]Nova, F. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis Perusahan,  Grasindo,Jakarta
[18]Ruslan, R. 1999., Praktek dan Solusi Public Relations; dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra,  Ghalia Indonesia, Jakarta.
[19] Fink, S. 1986. Crisis Management: Planning for the Inevitable, Amacom, New York
[20]Agustine. 2000. Harvard Business Review on Crisis Management, Harvard Business School Press, USA
[21]Muray, A. 2001. Teach Yourself: Public relations, Hodder and Stoughton Educational,Great Britain.
[22] Syaikh Jabir al-Jaza’iri, Abu Bakar. 2008. Minhajul Muslim. Jakarta : Darul Haq
[23] Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. 2002. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*