October 5, 2010 at 8:21am
Episode ramadhan hingga saat ini, sepertinya hari hari saya diisi dengan episode berurusan dengan penyakit. Mulai dari saya sendiri yang sakit (seumur umur baru batal puasa krn sakit ya tahun ini), anak, mama mertua, ayah, etek, dan pasien pasien d klinik yg grafik kunjungannya lagi meningkat sepertinya.
Fuih..Tidak ada satupun yg bisa dinikmati dari penyakit. Badan nggak karu karuan, makan nggak enak, ibadah nggak tenang, anak terbengkalai, orang sekitar pun jadi terrepotkan. Dan tidak ada seorangpun yang mau menikmati sakit lama lama. dua hari tak sembuh sembuh rasanya sudah seabaaaaaaad menderitanya.
Jadi, kenapa harus ada sakit..? Apa yang bisa dinikmati dari sakit..??
Ngelamun melayang layang, pikiran saya terbawa jaman kuliah dulu belajar fisiologis tubuh dan dapat tugas menulis dari seorang senior yg sampai sekarang nggak beres beres dan alhamdulillah nggak pernah ditagih. ^^
Yaa..waktu itu kita membahas, kenapa bisa ada demam. Kenapa harus ada batuk. kenapa bisa muntah. Kenapa mesti mencret, dll, dll.
kata buku, demam, batuk, muntah, mencret, semuanya tanda bahwa sistem pertahanan tubuh kita sedang bekerja.
Demam ternyata tanda bahwa sel sel tentara tubuh kita sedang berperang melawan kuman. Namanya perang biasanya kan pasti heboh tu, saya ngebayangin perang kayak di film Lord of The ring, atau penyerangan negara api ke negara airnya AANG, atau waktu Pohon Keabadian di Avatar mau dirobohin.
Ya panas, ya berantakan, ya kacau balau, nggak karu karuan lah pokoke. Mungkin Seperti itulah demam. Itu tanda sedang terjadi kehebohan akibat peperangan dalam tubuh.
Jadi, saat demam itu hadir. Berarti tubuh saya sedang bertempur melawan penyakit.
Alhamdulillah, mereka bekerja ! ^_^
Tugas saya berikutnya ya mendoakan, “Ya Allah..berikan kemenangan pada tubuh kami dalam peperangan ini.”
Kalau misalkan peperangan berlangsung terlalu lama, tugas saya juga mensuplai amunisinya dengan nutrisi yang cukup, obat obatan tambahan jika diperlukan dan tidak membebaninya dengan kerja kerja berlebihan (istirahat cukup maksudnya^^).
Memang tetep yang lebih enak ya kalau nggak demam, kalau perangnya nggak perlu heboh heboh amat dan tentara tubuh kita bisa melumpuhkan kuman dalam sekali pukul. Jadi nggak perlu pake acara sakit.
Tapi, ternyata, ada juga kasus. dimana tubuh tidak demam, perangnya tidak heboh, bukan karena si tentara tubuh menang mudah. Demam tidak muncul justru karena sel pertahanan tubuh yang tidak berdaya, kalah telak dan langsung merajalelalah kuman kuman itu menguasai seluruh sistem d tubuh ini. Sampai tiba saatnya nanti dia bisa membuat kita “berakhir” dengan sangat menderita. Inilah yg terjadi pada orang orang dengan defisiensi imun seperti pada penderita AIDS. Hiy serem Na’udzubillahi min dzalik.
(kalau disuruh milih, nggak papalah saya demam demam sebentar asal “menang”, daripada nggak demam tp tau tau udah “dijajah”)
Teringat semua itu, saya jadi berpikir, ternyata dalam sakit pun tetap banyak ruang untuk bersyukur.
Saat batuk, saya bersyukur silia silia (rambut getar) di pernapasan saya masih bekerja untuk menghalangi kuman masuk ke alat alat pernapasan saya.
Saat saya mual atau nyeri ulu hati, alhamdulillah, lambung saya mengingatkan saya kalau perut saya perlu diisi supaya tubuh saya tetap mendapat nutrisi yang cukup dan sehat.
Saat saya mencret, alhamdulillah, usus saya masih bekerja untuk mengeluarkan racun racun yang tanpa sengaja atau seringkali dengan tak bertanggungjawab saya masukkan ke pencernaan saya.
Daaaan…banyak lagi syukur untuk rasa rasa sakit yang lain.
semua membuat saya percaya, bahwa raga yang telah Allah ciptakan dengan sempurna ini adalah dokter dan obat terhebat untuk semua penyakit.
Diatas semua itu, yang paling ajaib untuk membuat saya tetap bisa menikmati sakit adalah janji-Nya, bahwa jika kita bersabar dengan sakit kita, akan ada dosa dosa yang diberi grasi oleh-Nya.
Dan memang..saat sakit pun, tetap banyak ruang untuk bersyukur. ^^