Loading...

polio

Keberhasilan program vaksinasi polio telah memakan korban. Sebelum program vaksinasi polio diluncurkan,  penyakit polio merupakan penyakit endemis yang melanda ±125 negara di dunia, dengan total kasus polio di seluruh dunia sebanyak kurang lebih 350.000 kasus per tahun. Dengan adanya program vaksinasi, saat ini tinggal dua negara yang masih dijumpai kasus polio, yaitu Pakistan dan Afghanistan. Situasi politik, keamanan, isu konspirasi, dan faktor-faktor lain menyebabkan rendahnya cakupan imunisasi polio di kedua negara tersebut, sehingga polio masih ditemukan di sana.

Namun, sekali lagi, keberhasilan program vaksinasi polio telah memakan korban. Ya, korban dari keberhasilan program vaksinasi polio adalah vaksin polio itu sendiri. Ketika kasus polio tinggal sedikit karena program vaksinasi, mereka menganggap bahwa penyakit polio hanyalah “mitos” atau “dongeng”. Lalu masyarakat menganggap bahwa vaksin polio tidak penting lagi. Padahal, sampai saat ini masih ada virus polio yang berkeliaran di dunia ini. Mereka pun termakan dengan isu-isu bahwa vaksin polio berbahaya, tidak ada manfaatnya, atau isu-isu konspirasi Yahudi. Jika kondisi ini dibiarkan, lalu menyebabkan turunnya cakupan vaksinasi polio, tentu menjadi kondisi yang mengkhawatirkan.

Belajar dari Wabah Bible Belt

Belanda merupakan salah satu negara Eropa yang sejak awal hanya melaporkan sedikit kasus polio. Angka kejadian penyakit polio di Belanda sangat sedikit. Kondisi ini terus dipertahankan dengan menjaga angka cakupan vaksinasi polio mencapai ±97%. Artinya, ±97% warga Belanda telah mendapatkan vaksin polio sehingga terlindungi dari risiko terkena infeksi virus polio. Akan tetapi di beberapa daerah tertentu, angka cakupan vaksinasi polio ini sangat rendah. Daerah ini disebut dengan daerah Bible belt, yang dihuni oleh umat nashrani aliran tertentu, yang memiliki paham menolak vaksinasi. Kelompok Bible belt di Belanda ini juga memiliki hubungan kekeluargaan (famili) dengan kelompok yang sama di Kanada.

Rendahnya cakupan vaksinasi polio di daerah Bible belt menyebabkan wabah (outbreak) polio di negara Belanda. Hal ini tentu mengherankan, karena sejak awal, kasus polio di Belanda sangat sedikit. Terjadi wabah polio sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1978 dan 1992-1993. Pada tahun 1978, wabah polio di Belanda berlangsung pada bulan April-Agustus (lima bulan). Virus polio (tipe 1) menyerang 110 orang, 80 orang di antaranya menjadi lumpuh (paralisis) dan 1 orang meninggal dunia. Semua pasien yang terkena virus polio adalah mereka yang menolak untuk divaksin polio. Wabah yang berlangsung di Kanada terjadi pada bulan Juli-Agustus 1978. Virus polio menyerang total 9 orang dan semuanya mengalami kelumpuhan. Sama seperti di Belanda, semua pasien adalah orang-orang yang menolak imunisasi karena alasan agama (nashrani). Analisis urutan nukleotida virus polio menunjukkan kesamaan antara virus yang menyebabkan wabah di Belanda dan Kanada. Wabah tidak menyebar ke daerah lain di Belanda dengan cakupan imunisasi tinggi, yang menunjukkan bahwa kekebalan warga Belanda di daerah sekitarnya lebih dari cukup untuk menekan penyebaran dan penularan virus polio.[1]

Setelah empat belas tahun tidak lagi terjadi wabah, wabah berikutnya terjadi pada bulan September 1992-Februari 1993 di Belanda, di daerah yang sama. Virus polio (tipe 3) menyerang 71 pasien, 2 di antaranya meninggal dan 59 orang menjadi lumpuh (paralisis). Semua pasien tidak mendapatkan (atau menolak) vaksin polio, 70 orang di antaranya (98,6%) tinggal di daerah Bible belt.[2]

Belajar dari negara Nigeria

Pada tahun 2003, beberapa negara bagian di Nigeria memboikot pelaksanaan vaksinasi polio karena isu-isu (hoax) konspirasi. Beberapa negara bagian di Nigeria utara, yang mayoritas dihuni warga muslim, menuduh pemerintah federal (pemerintah pusat) Nigeria (yang mayoritas umat Nashrani), menjadi bagian dari pelaksanaan rencana Amerika untuk menghabisi warga muslim dengan menggunakan vaksin polio. Selain itu, para pemuka agama Islam di Nigeria menuduh bahwa vaksin polio disusupi hormon yang dapat menyebabkan kemandulan. Juga tuduhan bahwa vaksin polio disusupi virus HIV/AIDS. Akibat dari isu-isu yang tidak benar itu, negara-negara bagian muslim di Nigeria utara menghentikan program vaksinasi polio pada tahun 2003.

Akibat penghentian program vaksinasi polio, kasus penyakit polio di Nigeria pun meningkat. Nigeria menjadi salah satu dari tiga negara yang belum bebas polio, selain Pakistan dan Afghanistan. Pada tahun 2003, ketika vaksin polio diboikot, terdapat 784 kasus penyakit polio di seluruh dunia, dan ternyata 355 kasus (45%) di antaranya berasal dari Nigeria. Selain itu, virus polio yang berasal dari Nigeria pun akhirnya menyebar ke negara-negara di sekitarnya yang sebelumnya telah bebas polio.

Isu konspirasi ini akhirnya berakhir pada tahun 2004, ketika perwakilan pemuka agama Islam di Nigeria berkunjung ke PT. Biofarma, Bandung, untuk melihat sendiri proses pembuatan vaksin polio. Mereka melihat sendiri bahwa isu-isu yang mengatakan kalau vaksin polio disusupi hormon, virus HIV/AIDS atau yang lainnya, adalah isu murahan yang tidak berdasar. Negara-negara bagian muslim di Nigeria kemudian mempercayakan PT. Biofarma untuk menyediakan kebutuhan vaksin polio di sana. Artinya, Indonesia adalah negara muslim yang dipercaya untuk menguji keamanan vaksin polio di Nigeria. Program vaksinasi pun dilanjutkan kembali pada tahun 2004.[3]

Sejarah pun berubah. Saat ini, Nigeria tidak lagi menjadi negara endemis polio. Hanya tinggal dua negara negara yang masih endemis, yaitu Pakistan dan Afghanistan. Ada faktor isu konspirasi yang menyebabkan cakupan vaksinasi polio di kedua negara tersebut rendah. Mereka menuduh bahwa vaksin polio adalah konspirasi Amerika untuk menghabisi warga muslim. Kasus pembunuhan petugas imunisasi pun, pernah dilaporkan di Pakistan.[4]

Apakah masyarakat Indonesia mau belajar dari negara-negara tersebut? Tampaknya, vaksin polio adalah korban dari keberhasilan program vaksinasi polio itu sendiri.

*****

Selesai disusun menjelang shalat Jum’at, Rotterdam, 24 Jumadil Awwal 1437

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

 

Catatan kaki:

[1]    Furesz, et al. 1979. Poliomyelitis outbreaks in the Netherlands and Canada. Can Med Assoc J120(8): 905-906.

[2]    Oostvogel, et al. 1994. Poliomyelitis outbreak in an unvaccinated community in the Netherlands, 1992-93. Lancet 344(8923): 665-670.

[3]    Jegede AS.2007.What Led to the Nigerian Boycott of the Polio Vaccination Campaign?‘ PLoS Medicine 4(3): e73.

[4]    Sebagian tulisan di artikel ini, disarikan dari buku penulis,”Imunisasi: Lumpuhkan Genarasi? Menjawab Tuduhan Ummu Salamah, SH., Hajjam.”, penerbit Pustaka Muslim Yogyakarta.

*****

Silahkan like page Majalah Kesehehatan Muslim dan follow twitter.

Ingin pahala melimpah? Mari berbagi untuk donasi kegiatan Kesehatan Muslim. Info : klik di sini.

from Kesehatan Muslim http://ift.tt/1TV2XiV

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*