Loading...
oleh Dr. H. Adang Sudrajat, MM., pada acara IMANI di Bandung

Dalam sejarah kedokteran, Islam pernah tampil dan mewarnai praktek dan ilmu kedokteran saat ini. Tampil mewarnai dan mengarahkan kecenderungan kedokteran dan sistem pelayanan kesehatannya. Sehingga pada masa itu rumah sakit di ibukota khilafah Islamiyah menjadi hiasan peradaban islam yang menjadi rujukan sistem kesehatan dari peradaban lain.

Sementara zaman terus berubah, bangsa Eropa makin giat melakukan petualangan ilmiah, melakukan pencarian ilmu ke dunia Islam. Sementara kaum muslimin saat itu makin terlena dengan segala kelebihannya dalam bidang ekonomi, karena sumber-sumber ekonomi dunia ada dalam genggamannya. Sementara nilai Islam makin luntur dari praktek keseharian. Sehingga secara perlahan tapi pasti ilmu dan teknologi saat itu bergeser ke Eropa. Lenyapnya kerajaan Islam Kordoba hanya merupakan klimaks dari sebuah kemerosotan nilai yang sudah berlangsung lama. Bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam Eropa di Kordoba, lenyap pulalah semua lambang peradaban Islam di Eropa saat itu yang telah menyinari kegelapan Eropa selama lebih dari lima ratus tahun. Para ulama Islam dibantai, kitab-kitab khasanah ilmu dalam bahasa Arab dibakar, simbol-simbol fisik keislaman dihancurkan atau dialihfungsikan, orang-orang amahnya dipaksa keluar Islam, dibunuh, atau diusir.
Sekarang ini kita termasuk anak zaman yang tidak memiliki keterkaitan sanad dengan peradaban Islam masa itu. Namun kita masih memiliki keterkaitan historis dan ideologi dan akidah Islam. Peluang untuk memunculkan kembali zaman keemasan Islam tetap terbuka lebar. Peradaban cara Barat yang oleh mereka sendiri dianggap telah sampai pada batas-batas kehilangan efektivitas, bisa menjadi peluang bagi kaum muslimin untuk membangun frame berpikir yang lebih inovatif dan kreatif. Sekarang kita dihadapkan pada realitas, bahwa kedokteran modern yang semakin canggih (high tech) tapi makkin sulit meningkatkan tingkat efektivitas terapinya. Baru-baru ini majalah Buissness Weeks memaparkan sebuah data tentang arthroscopy yang telah menghabiskan dana tiga miliar dolar setahun, ternyata tidak mampu meningkatkan kualitas hidup pasien yang mendapatkan metode terapi tersebut.
Sistem pelayanan kesehatan selama ini terlampau berpihak pada kaum industrialis kesehatan, sehingga boleh jadi dokter, rumah sakit, dan pelayanan kesehatan lain hanya merupakan perpanjangan tangan kaum industrialis obat dan alat medis.
Islam, dengan sistem nilai yang sempurna dan seimbang antara orientasi dunia dan akhirat dapat menjadi jalan untuk mengembalikan keberpihakan pelayanan kesehatan yang lebih manusiawi dan membahagiakan dalam jangka panjang.
KESEHATAN ISLAM, SEBUAH AJUAN PARAMETER
Kalau kita dihadapkan pada pertanyaan, seperti apakah pelayanan kesdehatan Islam itu? Maka kita perlu merumuskan indicator yang terukur Islamnya sebuah pelayanan. Saya mengajukan hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskuusi lebih lanjut.
1. Terakomodasinya nilai-nilai universal seperti :

 

  • standar mutu pelayanan’
  • aktifitas peningkatan mutu
  • pembangunan citra

 

2. Pelayanan Kesehatan yang terintegrasi

 

  • keseimbangan antara pelayanan aspek jasmani dan rohani
  • keseimbangan antara aspek kuratif dan preventif
  • keseimbangan antara aspek rehabilitatif dan promotif
  • keseimbangan antara high tech dan high touch

 

3. Pemerataan kesempatan hidup sehat :

 

  • keseimbangan antara cost dan benefit
  • keseimabangan usaha pembiayaan dan pelayanan

 

4. Tertatanya SDM pelayanan

 

  • keseragaman visi,misi, dan orientasi Islami SDM-nya
  • tumbuhnya paradigma, pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasien
  • SDM pelayanan yang sehat jasmaninya

 

Kesalahan Kultural dan Persepsi Pelayanan Islami

 

  1. Kebanyakan pengambil kebijakan di sebuah RS cenderung bersifat pragmatis dan memandang Islaminya sebuah pelayanan hanya dari  tampilan fisik formal tanpa ada usaha pelurusan motif secara berkelanjutan atau menyusun sebuah sistem rewards and punishment yang dapat menumbuhsuburkan nilai Islam dalam pelayanan.
  2. Hal tersebut di atas, salah satu sebabnya adalah adanya top leader yang gamang dalam identitas Islamnya yang tgerimplementasikan ke dalam kegamanngan orientasi dari kebijakan-kebijakan yang diambil.Seorang leader yang gamang orientasi Islamnya akan membawa kepada kegamangan para followernya karena internalisasi suatu nilai sangat butuh tauladan yang tangible tak cukup dalam tatanan perumusan.
  3. Pengembangan SDM sering tak terintegrasi bagi tertanamnya Islam dalam pelayanan. Rumah Sakit Islam sering sibuk memikirkan dan memprogramkan transfer of knowledge and skill tapi hampir tidak perduli dengan transfer of characters. Dan kita sering mendapati organisasi yang bekerja pada RS Islam sering tanpa motif yang jelas sehhingga melahirkan kinerja yang tanggung.
  4. Disorientasi visi keIslaman cenderung terjadi sehingga sulit membedakan dari sisi operasional antara RS Bisnis Islam dan RS pada umumnya. Malah dalam banyak kasus lebih mudah menemukan kekurangannya dari pada kelebihannya. Internalisasi visi dan misi Islam yang kurang membuat Islam tidak menjadi doktran yang kuat bagi RS Islam untuk bersaing dengan RS lain.
  5. Standarisasi pelayanan Islami yang belum terstandarisasi akibat keterlibatan ahli syariah Islam belum memadai dalam menata sisi Islaminya pelayanan di RS sehingga pelayanan Islami itu harus dibentuk mestinya sejak tahap desain sudah ada keterlibatan semua pihak terkait termasuk di dalamnya sisi syariah.
Usaha-Usaha Membangun Pelayanan Kesehatan Islami
Kita melihat usaha-usaha yang mengarah kepada penerapan Islam dalam pelayanan kesehatan Islam sudah dimulai. RS Islam yang paling tua adalah PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan sekarang sudah berdiri berdiri sekiktar 100 RS yang menyatakan diri sebagai RS Islam. Beberapa mampu tampil dengan image yang cukup baik walaupun tetap belum berhasil sebagai poin referensi di wilayahnya. Misalnya RSIJ, bisa menjadi reference point bagi RS Islam yang belum menembus semua masyarakat konsumen.
RS al Islam Bandung walaupun pernah menjadi juara nasional tiga kali berturut-turut  tahun 1997-1999, namun masih kalah citra dibanding RS Boromeus walaupun sudah dapat melewati RS misi yang lainnya.
Untuk membangun RS Islam yang mampu bersaing perlu ada penataan secara simultan pada aspek nilai, strategi, dan taktik.
Wallahu a’lam
sumber dokumen : grup FB Kajian Kedokteran Islam-IMANI

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*